
Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling ditakuti banyak orang. Selain karena gaya hidup, stroke ternyata dapat terjadi akibat faktor perceraian orang tua, Bunda.
Baru-baru ini, sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Toronto, Tyndale University, dan University of Texas di Arlington menemukan, anak dari orang tua yang bercerai berisiko terkena stroke di masa depan. Studi yang diterbitkan di PLOS One pada awal tahun 2025 ini melibatkan lebih dari 13.000 subjek orang dewasa berusia 65 tahun ke atas di Amerika Serikat.
Menurut studi, satu dari sembilan subjek yang orang tuanya bercerai melaporkan bahwa mereka telah didiagnosis stroke. Data ini dibandingkan dengan satu dari 15 subjek yang orang tuanya tidak bercerai saat masih kanak-kanak.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa gejolak emosional yang dialami seseorang selama tahun-tahun bisa berdampak buruk bagi kesehatannya di masa depan, yang mungkin tidak dia sadari.
“Sangat memprihatinkan bahwa orang dewasa yang lebih tua dan tumbuh dalam keluarga yang bercerai memiliki kemungkinan 60 persen lebih tinggi terkena stroke, bahkan setelah mengecualikan mereka yang pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual saat masih kanak-anak,” kata ilmuwan dari University of Toronto, Esme Fuller-Thomson, dikutip dai Science Alert.
“Besarnya hubungan antara perceraian orang tua dan stroke sebanding dengan faktor risiko stroke yang sudah diketahui, seperti jenis kelamin laki-laki dan mengidap diabetes,” lanjutnya.
Detail studi yang didasarkan pada survei
Penelitian terbaru ini didasarkan pada Survei Pengawasan Faktor Risiko Perilaku 2022 (Behavioral Risk Factor Surveillance Survey). Survei ini menganalisis data pribadi dan kesehatan dari 13.205 orang dewasa berusia di atas 65 tahun, yang tidak melaporkan adanya kekerasan fisik atau seksual di masa kanak-kanak. Sekitar 14 persen di antaranya pernah mengalami perceraian orang tua saat mereka berusia 18 tahun.
“Kami menemukan bahwa meskipun orang dewasa yang tidak mengalami kekerasan fisik dan seksual di masa kecil dan memiliki setidaknya satu orang dewasa yang membuat mereka merasa aman di rumah saat masih kecil, tetap lebih mungkin terkena stroke bila orang tuanya bercerai,” kata salah satu penulis dan Associate Professor di School of Social Work di University of Texas di Arlington, Philip Baiden, melansir dari laman News Medical.
Dalam studi ini, jenis kelamin juga dapat memengaruhi hasil penelitian. Subjek laki-laki dalam penelitian ini menghadapi kemungkinan 47 persen lebih tinggi terkena stroke dibandingkan perempuan. Namun, seiring bertambahnya usia kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), risiko mereka terkena stroke meningkat.
Selain itu, peserta penelitian yang mengidap stroke memiliki kemungkinan 37 persen lebih tinggi terkena stroke. Sementara mereka yang mengidap depresi kemungkinan mengalami stroke 76 persen lebih tinggi.
Ketika faktor-faktor risiko lainnya diperhitungkan, subjek studi yang orang tuanya pernah bercerai saat mereka masih anak-anak tetap bisa mengalami stroke, dengan persentase kemungkinan 61 persen.
“Tidak ditemukan hubungan antara pelecehan emosional di masa kanak-kanak, kekerasan dalam rumah tangga oleh orang tua, pengekangan oleh orang tua, penyakit mental oleh orang tua, atau penggunaan zat oleh orang tua dengan risiko stroke, setelah berbagai faktor sosiodemografi diperhitungkan,” tulis tim peneliti.
Studi lain terkait kondisi di masa kanak-kanak dan stroke di masa depan
Perlu diketahui, hasil studi ini bersifat observasional sehingga tidak dapat menjelaskan kaitan perceraian di masa kecil dengan risiko stroke pada seseorang di kemudian hari. Fuller-Thomson dan timnya memiliki beberapa hipotesis yang menurut mereka layak untuk diteliti lebih lanjut.
Salah satunya adalah stres berkepanjangan selama masa kanak-kanak yang dapat menyebabkan hasil kesehatan buruk. Perceraian sering kali dapat menyebabkan pertengkaran dan ketegangan dalam rumah tangga dan anak terkadang harus pindah sekolah atau tinggal di lebih dari satu tempat.
Penelitian di The Gerontologist tahun 2020 menunjukkan, kesulitan yang dialami seseorang saat masih kecil, dapat memengaruhi risiko stroke di kemudian hari.
Selain stres, kaitan antara perceraian dan tekanan darah tinggi juga bisa menjadi penyebab stroke. Pada tahun 2022, sebuah penelitian yang diterbitkan di Scientific Reports menemukan bahwa perpisahan orang tua sebelum anak berusia 10 tahun dikaitkan dengan tingkat hipertensi yang lebih tinggi di usia paruh baya. Seperti diketahui, hipertensi dapat meningkatkan risiko stroke, Bunda.
Terakhir adalah gangguan tidur pada masa kanak-kanak. Gangguan tidur umum terjadi pada anak-anak yang orang tuanya bercerai. Menurut studi di jurnal Missouri Medicine tahun 2018, gangguan tidur yang berlanjut hingga dewasa dapat meningkatkan risiko stroke.
“Dari perspektif biologis, perpisahan orang tua saat masa kanak-kanak dapat menyebabkan kadar hormon stres tinggi secara berkelanjutan. Mengalami hal itu saat masih anak-anak dapat memberikan pengaruh yang bertahan lama pada perkembangan otak dan kemampuan anak untuk merespons stres,” ungkap Fuller-Thomson.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/fir)
No responses yet