
Bunda mungkin sering mendengar istilah ‘Anak Berkebutuhan Khusus’ atau ABK, ya? Ini merupakan kalimat yang digunakan untuk menggambarkan anak-anak yang mengalami perbedaan dalam hak fisik, intelektual, emosional, maupun sosial.
Dikutip dari laman Kids Health, anak-anak yang berkebutuhan khusus mungkin memerlukan obat-obatan, terapi, atau bantuan yang ekstra untuk hal-hal yang biasanya tidak dibutuhkan anak-anak lain.
Meski begitu, istilah ABK kini dianggap tidak lagi mencerminkan pendekatan yang inklusif dan menghormati keberagaman individu. Banyak yang mengatakan istilah ini lebih menyoroti tentang kekurangan atau keterbatasan yang dimiliki anak.
Meski kebanyakan orang menggunakan istilah ABK dengan niat yang baik, sebenarnya hal ini bisa menjadi tidak sopan. Bahkan, beberapa mungkin merasa ungkapan ini menghina dan berfungsi sebagai deskripsi yang tidak akurat untuk seseorang yang memiliki disabilitas.
Ungkapan ‘Anak Berkebutuhan Khusus’
Dikutip dari laman Parents, akar dari istilah ABK sendiri tidak bisa dilacak dengan tepat. Namun, istilah ini tidak ada dalam beberapa legalitas penting dalam sejarah Amerika Serikat (AS), termasuk Elementary and Secondary Education Act (IDEA) tahun 1965, Undang-Undang Rehabilitasi tahun 1973, Undang-Undang Pendidikan Penyandang Disabilitas tahun 1990, dan Undang-Undang Penyandang Disabilitas Amerika (ADA) tahun 1990 dan 2014.
“Tidak pernah sekalipun anak-anak penyandang disabilitas atau orang dewasa penyandang disabilitas disebut sebagai anak berkebutuhan khusus atau orang dewasa berkebutuhan khusus,” kata profesor psikologi di University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, Morton Ann Gersbacher, PhD.
“Sebaliknya, individu penyandang disabilitas selalu disebut dalam undang-undang AS sebagai individu penyandang disabilitas,” lanjutnya.
Mengapa mengucapkan ‘Anak Berkebutuhan khusus’ dianggap kurang sopan?
Ungkapan ABK adalah eufemisme yang hanya berarti bahwa itu adalah frasa yang berfungsi sebagai pengganti istilah lain yang lebih ‘sopan’, yang mungkin tampak lebih kasar. Misalnya mengatakan bahwa seseorang dibebastugaskan dari pekerjaannya, bukan ‘dipecat’ karena terdengar tidak terlalu blak-blakan.
Eufemisme umumnya membuat orang yang berbicara merasa lebih nyaman, tetapi secara tidak sengaja menyiratkan bahwa istilah yang tepat berkonotasi negatif.
Orang-orang percaya bahwa menggunakan kata disabilitas bisa dianggap menghina sehingga mereka memilih istilah seperti ‘kebutuhan khusus’. Namun, istilah ini telah didiskreditkan, mirip dengan istilah ‘cacat’.
Menurut sebuah penelitian di tahun 2016, individu telah menemukan bahwa istilah ‘kebutuhan khusus’ lebih menyinggung daripada kata ‘cacat’. Menggunakan istilah ini hampir menyindir bahwa memiliki disabilitas adalah aspek yang harus membuat seseorang malu.
Kata pengganti ‘Anak Berkebutuhan Khusus’
Daripada mengatakan anak berkebutuhan khusus, Bunda bisa langsung merujuk pada kondisi yang dimiliki mereka. Misalnya dengan mengatakan ‘anak yang memakai kursi roda’, ‘anak yang memiliki dwarfisme’, atau ‘anak dengan ADD’.
Meski begitu, tidak semua orang menyukai pendekatan ini karena preferensi terminologinya berbeda-beda. Misalnya beberapa orang dengan diagnosis autisme lebih memiliki bahasa identitas pertama seperti ‘orang autis’, sementara yang lain memilih bahasa seperti ‘orang dengan autisme’.
Lantaran ada pandangan yang saling bertentangan tentang istilah apa yang paling cocok untuk digunakan, sebaiknya tanyakan terlebih dahulu pada anak panggilan apa yang membuat mereka merasa nyaman.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(mua/fir)
No responses yet