Kaya33 – 20 Contoh Cerita Rakyat Pendek dari Berbagai Daerah di Nusantara

Ilustrasi Danau Toba

Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan warisan budaya dan tradisi yang berasal dari nenek moyang. Sampai saat ini, salah satu kekayaan budaya yang masih terus hidup adalah cerita rakyat.

Kemudian cerita ini telah diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana pendidikan moral dan pelestarian nilai-nilai luhur masyarakat. Setiap daerah di Nusantara memiliki cerita rakyatnya masing-masing yang menggambarkan kearifan lokal, adat istiadat, serta pandangan hidup masyarakat setempat.

Mulai dari legenda yang menceritakan asal-usul suatu tempat, hingga dongeng yang penuh pesan moral dan tokoh-tokoh ajaib, cerita rakyat menjadi cerminan kekayaan imajinasi dan sejarah bangsa Indonesia. Cerita rakyat pendek sering kali menjadi pilihan populer untuk dibacakan kepada anak-anak karena bahasanya yang sederhana dan isinya yang padat makna.

Cerita ini juga membantu mengenalkan anak-anak pada keberagaman budaya Indonesia sejak dini. Tak jarang, cerita-cerita ini mengandung nilai-nilai universal seperti kejujuran, keberanian, dan kerja keras.

Setiap cerita dipilih karena keunikan latar, tokoh, maupun pesan moral yang di kandungnya. Melalui cerita-cerita ini, Si Kecil dapat menjelajahi kekayaan budaya Indonesia tanpa harus beranjak dari kasur.




20 Contoh cerita rakyat pendek dari berbagai daerah di nusantara

Simak kumpulan cerita rakyat dari daerah-daerah di Indonesia berikut ini ya, Bunda.

1. Cerita rakyat Indonesia, Danau Toba dari Sumatera Utara

Cerita rakyat terkenal asal Sumatera Utara berikut dikutip dari buku Dongeng Nusantara, penerbit Bestari (2009).

Pada zaman dahulu, di sebuah desa di Sumatera Utara hiduplah seorang petani bernama Toba. Ia bekerja sebagai petani dan menangkap ikan. Setiap sore selesai menggarap ladang, ia menuju sungai dekat rumahnya. Namun hari itu amal sial, seharian ia duduk di tepi sungai, tak seekor pun ikan mau menyantap umpan kailnya.

Toba sangat kesal dan mulai putus asa. Akhirnya ia memutuskan pulang. Anehnya, baru saja akan bangkit, tiba-tiba kailnya ditarik ke dasar sungai. Karena tarikannya terasa berat, ia yakin akan menangkap ikan besar. Benar saja, setelah ia angkat, seekor ikan mas sebesar paha manusia menggelepar-gelepar di hadapannya. Betapa senangnya Toba. Segera dibawanya ikan tersebut pulang.

Sesampainya di rumah, sebuah keajaiban terjadi. Ketika ia hendak memotong ikan itu, tiba-tiba ikan tersebut dapat berbicara. “Tolong jangan bunuh aku. Nanti aku akan membantu kehidupanmu.”

Toba terheran-heran. “Tapi aku lapar. Aku butuh lauk untuk makan hari ini.” Kata Toba.

“Nanti akan ku sediakan makanan untukmu. Lepaskanlah aku.” Jawab ikan itu mengiba. Toba yang kasihan padanya akhirnya melepaskan kembali ikan tersebut ke sungai.

Ajiab. Setibanya di rumah, terhidang makanan lengkap di meja. Bahkan di dapur ada seorang wanita cantik jelita yang sedang memasak.

“Terima kasih kau telah menolongku. Aku adalah wanita jelmaan ikan itu. Sekarang aku mengabdi kepadamu,” ujarnya. Wanita tersebut ternyata merupakan seorang putri yang dikutuk menjadi ikan.

Beberapa waktu kemudian, Toba ingin sekali menikahi wanita cantik itu. Wanita itu setuju namun ia mengajukan sebuah syarat.

“Jangan sekali-sekali kau mengatakan asal-usulku dari mana, sekalipun kepada anak kita nanti. Bila kau langgar maka akan terjadi sebuah bencana.” Toba menyanggupi hal tersebut.

Tidak lama, mereka kemudian dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Mereka hidup bahagia. Tetapi karena Samosir hidup dimanja, ia tumbuh menjadi anak yang malas. Bahkan tingkahnya cenderung nakal.

Suatu hari, ibunya menyuruh Samosir untuk mengantarkan nasi untuk ayahnya. Karena dipaksa, kali ini Samosir mau melaksanakannya. Namun di tengah jalan, ia merasa lapar dan memakan makanan tersebut.

Di sisi lain, Toba yang merasa lapar tak sabar menanti-nanti. Berkali-kali ia menengok ke ujung jalan, dan ketika Samosir datang ia hanya menyerahkan nasi sisa. Betapa marahnya Toba, “Anak kurang ajar. Berani benar kau memberi ayahmu nasi sisa! Dasar anak keturunan ikan!”

Lalu dipukulnya Samosir hingga ia menangis. Samosir kemudian segera pulang dan menemui ibunya dan mengadukan apa yang terjadi.

Ibunya terperanjat. Tiba-tiba petir menyambar langit. Seketika angkasa menggelap. Cepat-cepat wanita itu menyuruh Samosir naik ke bukit paling tinggi.

“Cepatlah Nak! Selamatkan dirimu!” teriaknya. Samosir segera berlari menuju bukit. Lalu turunlah hujan amat lebatnya. Wanita itu segera terjun ke dalam sungai dan kembali berubah menjadi ikan.

Sungai mendadak bergolak. Toba ketakutan, dan teringatlah ia pada janjinya yang sudah ia langgar. Tapi sudah terlambat, air sungai terus meluap dan menenggelamkan seluruh desa. Lama-kelamaan genangan air itu membentuk sebuah danau bernama Danau Toba. Sedangkan pulau di tengah-tengahnya dinamakan Pulau Samosir.

2. Cerita legenda Roro Jonggrang, Prambanan dari Yogyakarta

Dahulu, terdapat kerajaan bernama Prambanan yang dipimpin oleh Prabu Baka. Ia memiliki putri bernama Roro Jonggrang. Rakyat merasa sejahtera di bawah kerajaan tersebut.

Berbeda dengan Kerajaan Prambanan, Kerajaan Pengging memiliki raja yang buruk. Ia suka berperang dan memperluas wilayah kekuasaannya. Raja Pengging pun memiliki ksatria bernama Bandung Bondowoso.

Tak hanya kuat, ia juga sakti. Suatu hari ia diperintahkan untuk menaklukkan Kerajaan Prambanan. Usaha penaklukan pun berhasil dilakukan. Raja Baka tewas, Kerajaan Prambanan pun jatuh pada Kerajaan Pengging.

Tersisa Roro Jonggrang yang ternyata disukai oleh Bandung Bondowoso. Usai kalah, ia malah dipinang oleh Bandung Bondowoso untuk jadi pramaisurinya.

Roro Jonggrang sebenarnya tak mau menerima, tapi di sisi lain kasihan dengan rakyat Kerajaan Prambanan. Alhasil, Roro Jonggrang memberikan syarat untuk dibuatkan 1.000 candi dan 2 sumur dalam semalam. Ternyata, Bandung Bondowoso menyanggupi. Dengan pasukannya, ia nyaris berhasil membangun candi dalam semalam.

Tapi, ia gagal membangun ke-1.000 karena pasukannya mengira hari sudah pagi usai mendengar bunyi ayam berkokok. Rupanya, usaha Bandung digagalkan oleh Roro Jonggrang. Mengetahui Roro Jonggrang yang mencuranginya, alhasil putri raja itu akhirnya dikutuk menjadi candi yang ke-1.000.

3. Cerita Rakyat Malin Kundang, dari Sumatera Barat

Dongeng rakyat nusantara yang terkenal berjudul Malin Kundang berikut dikutip dari buku Cerita Rakyat Nusantara 34 Provinsi oleh Penerbit Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka (2017).

Alkisah di wilayah pesisir pantai wilayah Sumatera, hiduplah Ibu Rubayah dan anaknya bernama Malin Kundang. Suami Ibu Rubayah sudah lama meninggalkan mereka dan tak pernah kembali sejak itu.

Malin Kundang dan ibunya hidup sederhana berbekal berjualan kue di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kelak jika sudah besar aku ingin merantau. Aku harus mengubah nasib!” kata Malin Kundang suatu hari.

Ketika menginjak remaja, sebuah kapal besar merapat di pantai. Malin terkagum-kagum memandangnya. Hari itu juga ia pamit pada ibunya untuk ikut dalam kapal itu.

Ibu Rubayah semula melarangnya. “Ini kesempatan baik bagi saya, Ibu!” ujar Malin Kundang. “Belum tentu setahun sekali ada kapal besar singgah di sini.” Lanjutnya.

Akhirnya dengan berat hati, Ibu Rubayah mengizinkannya. Air matanya berlinang saat mengantarkan Malin Kundang menaiki kapal itu. Tak lupa ia membekali tiga bungkus nasi untuk bekal di perjalanan.

Ketika kapal berangkat, Ibu Rubayah hanya bisa melambaikan tangannya sambil menangis hingga kapal itu menghilang di kejauhan.

Bertahun-tahun berlalu dengan cepatnya. Setiap hari Ibu Rubayah memandang ke laut berharap anaknya pulang. Tapi tak ada kapal besar merapat ke pantai.

Kabar Malin Kundang pun tak jelas, Ibu Rubayah pun semakin tua.

Tapi dengan setia, ia tetap datang ke pantai setiap hari menantikan anaknya pulang.

Hingga suatu hari tersiar kabar dari seorang nakhoda kapal bahwa Malin Kundang telah kaya raya dan menikah dengan gadis cantik putri seorang bangsawan. Betapa bahagianya hati Ibu Rubayah mendengar hal tersebut.

Kemudian tak lama setelah itu, sebuah kapal besar dan mewah merapat di pantai. Orang-orang ramai menyambut, itulah kapal Malin Kundang.

Di anjungan kapal, Malin Kundang menggandeng tangan wanita cantik berpakaian gemerlapan.

Ibu Rubayah menguak keramaian dan berusaha menemui anaknya. “Malin, anakku!” serunya.

Namun Malin Kundang tak menggubrisnya, istrinya bahkan meludah melihat Ibu Rubayah. “Cuih! Perempuan buruk inikah ibumu? Mengapa kau bohong padaku? Bukankah kau dulu berkata bahwa ibumu bangsawan sederajat dengan kami?”

Betapa malunya Malin Kundang mendengar perkataan istrinya itu. Apalagi setelah melihat pakaian Ibu Rubayah yang dekil dan compang-camping.

Untuk menutupi rasa malunya, ia berkata “Bukan, dia bukan ibukku!” lalu diusirnya Ibu Rubayah dengan kasar.

“Hei, perempuan dekil! Enyah kau dariku! Ibuku tidak melarat sepertimu!” bahkan Malin Kundang sampai menendang ibunya.

Setelah itu, Malin Kundang memerintahkan anak buahnya agar kembali berlayar. Betapa sedih hati Ibu Rubayah. Ia menangis sambil meratap, “Ya Tuhan, kalau dia memang anakku, aku mohon keadilan-Mu!”

Tak lama kemudian, tiba-tiba turunlah hujan badai amat dahsyatnya. Kapal Malin Kundang disambar petir dan pecah dihantam gelombang besar.

Pecahan kapalnya menyebar ke tepi. Setelah terang, tampak sebongkah batu menyerupai manusia terdampar di pinggir pantai. Itulah tubuh Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu. 

4. Cerita Legenda Batu Menangis

Dongeng ini berasal dari Kalimantan. Berkisah tentang seorang gadis yang cantik, namun perilakunya tak seelok rupanya. Ia merupakan anak dari seorang wanita yang merupakan ibu tunggal dan pekerja keras.

Suatu saat, gadis itu diajak ibunda pergi ke pasar yang jaraknya jauh dari rumah. Mereka harus melewati desa-desa untuk mencapainya. Lagi-lagi, gadis itu sibuk memamerkan kecantikannya di depan masyarakat desa.

Parahnya, ia berlagak seperti majikan, sementara ia menganggap ibunda seperti pembantunya. Setiap kali ditanya warga, ia hanya membalas bahwa ibunda adalah pembantunya. Sekali, dua kali, ibunda masih tegar.

Tapi, begitu gadisnya berbohong berkali-kali, hatinya sakit. Kerja keras dan keberadaannya seolah tak dianggap. Sampai akhirnya, ibunda berhenti dan berdoa agar gadisnya diberi pelajaran.

Gadis itu kemudian merasa aneh, kakinya kaku dan terkejut melihat kakinya berubah jadi batu. Rupanya ibunda mengutuknya. Baru separuh badan menjadi batu, gadis itu memohon ampun. Tapi, sudah terlambat. Sampai ia menangi-nangis, kutukan itu berlanjut. Hingga jadi batu pun, air mata sang gadis masih berlinang. Begitu lah asal-usul legenda Batu Menangis. 

5. Cerita Rakyat Sangkuriang yang berasal dari Jawa Barat

Cerita Rakyat asal Jawa Barat berikut berjudul Sangkuriang dikutip dari Sangkuriang Seri Cerita Rakyat Nusantara, penerbit JP Books (2012).

Setelah tinggal di istana bertahun-tahun, Dayang Sumbi memutuskan hidup menjadi pertapa di tengah hutan. Ia ditemani anjing bernama Tumang.

Tumang adalah pangeran dari Kayangan yang dikutuk menjadi anjing. Untuk mengisi waktu luang, Putri Kerajaan Parahyangan berwajah cantik itu menenun kain. Ketika sedang asyik menenun, tiba-tiba alat pintal benangnya terjatuh. Karena malas mengambil, Dayang Sumbi berkata, “Siapa yang mau mengambilkan alat pintalku, jika ia perempuan akan kujadikan adikku. Jika ia laki-laki, kujadikan suamiku!”

Si Tumang mendengar perkataan Dayang Sumbi. Segera diambilkannya alat pintal itu. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi setelah mengetahui yang menyerahkan alat itu adalah anjingnya. Tapi ia tidak dapat mengelak dari janjinya hingga mau tidak mau menikah dengan Si Tumang.

Setelah mendapat tawaran untuk menikah, Tumang dapat berubah wujud menjadi manusia. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak lelaki berwajah tampan dan diberi nama Sangkuriang.

Suatu hari Dayang Sumbi ingin sekali makan hati rusa. disuruhnya Sangkuriang mencarikannya. Ditemani Si Tumang, Sangkuriang berburu ke hutan. Seharian ia berjalan, tak juga menemukan rusa. Karena putus asa dipanahnya Si Tumang dan diambilnya hatinya.

Ia tidak tahu kalau anjing itu ayahnya. Sampai di rumah diserahkannya hati itu pada ibunya. Dayang Sumbi langsung memasak dan memakannya. Setelah itu ia bertanya, di mana Tumang? Sangkuriang menjelaskan bahwa yang dimakan ibunya itu adalah hati Si Tumang. Betapa marahnya Dayang Sumbi. Ia memukul kepala Sangkuriang hingga terluka.

Dengan perasaan sedih Sangkuriang pergi meninggalkan ibunya. Bertahun-tahun ia mengembara berusaha melupakan kemarahan ibunya dengan menimba berbagai ilmu kesaktian.

Hingga suatu hari bertemulah ia dengan wanita cantik di tepi telaga. Wanita itu tidak lain ibunya sendiri yang oleh dewa dikaruniai wajah awet muda. Mereka sama-sama jatuh cinta dan ingin menikah.

Tapi ketika memeriksa kepala Sangkuriang, betapa terkejutnya Dayang Sumbi. Ia mengenali bekas luka itu. “Kau adalah anakku, dan aku ibumu. Tak mungkin kita menikah.” Kata Dayang Sumbi. Sangkuriang tak percaya. Ia tetap ingin mengawini wanita itu karena terlanjut jatuh cinta.

Untuk membatalkan niat Sangkuriang, Dayang Sumbi meminta syarat. Ia mau dinikahi asal Sangkuriang mampu membuatkan telaga besar dan perahu di atas bukit dalam waktu semalam.

Lewat kesaktiannya dan dibantu ribuan jin, Sangkuriang memenuhi permintaan itu. Dayang Sumbi pun semalaman berdoa kepada dewa agar membatalkan niat Sangkuriang.

Doanya dikabulkan, matahari terbit lebih cepat dari biasanya hingga menggagalkan pekerjaan Sangkuriang. Karena tidak berhasil menikahi Dayang Sumbi, dengan kesal Sangkuriang menendang perahu buatannya. Perahu itu terbalik dan menutup telaga yang belum selesai lalu berubah menjadi gunung besar yang kini dikenal sebagai Tangkuban Perahu. 

6. Cerita Legenda Situ Bagendit

Situ Bagendit adalah salah satu destinasi wisata di Kabupaten Garut. Terdapat legenda atau cerita rakyat di balik Situ Bagendit. Dahulu, tinggal seorang perempuan bernama Nyai Bagendit. Ia adalah perempuan kaya raya berkat warisan dari mendiang suaminya.

Takut jatuh miskin, Nyai Bagendit terkenal kikir dan tak ramah pada warga sekitarnya. Kalau pun ada yang meminjam uang, Nyai Bagendit memberikan bunga yang tinggi. Bahkan, ia pun tega meminta suruhannya untuk perlakukan peminjam dengan kasar kalau utangnya tak kunjung dibayar.

Suatu hari, datang lah kakek-kakek misterius membawa tongkat. Ia merasa haus dan meminta minum pada Nyai Bagendit. Sudah tertebak reaksi Nyai Bagendit, ia menolaknya. Ia pun masuk ke dalam rumahnya, tanpa sadar bahwa sang kakek menancapkan tongkat di pekarangan rumahnya.

Kakek tersebut kecewa dan akhirnya memutuskan pulang. Ia kemudian menarik tongkatnya dan muncul lah air dari tanah yang keluar sangat deras. Air tersebut lama-kelamaan menjadi genangan dan banjir. Di situ, Nyai Bagendit tak lagi memikirkan nyawa. Ia malah sibuk menyelamatkan harta hingga akhirnya tenggelam sia-sia bersama hartanya.

7. Cerita Rakyat Keong Mas, Legenda dari Jawa Timur

Cerita rakyat pendek berjudul Keong Mas berikut dikutip dari buku Dongeng Mini Nusantara Keong Mas, penerbit Bhuana Ilmu Populer (2013).

Dahulu kala di Kerajaan Daha, ada dua putri bernama Galuh Ajeng dan Candra Kirana. Galuh Ajeng iri pada Candra Kirana yang bertunangan dengan Pangeran Inu Kertapati.

Disuruhnya nenek sihir jahat untuk mengutuk saudaranya menjadi keong mas.

Suatu hari, seorang nenek tua mencari ikan di sungai. Bukannya ikan yang ditangkap, justru seekor keong mas yang didapat. Keong mas itu lantas dibawa pulang dan dipelihara dengan aman.

Esok harinya si nenek mencari ikan lagi. Nasib baik belum datang, si nenek pulang ke rumah dalam keadaan lapar. Namun alangkah terkejutnya ia, ketika melihat banyak makanan telah terjadi di meja makan.

Berkali-kali keajaiban ini terjadi. Hingga suatu si nenek berpura-pura pergi, lalu ia kembali dan mengintip. Ternyata, keong mas yang didapatkan itu berubah wujud menjadi seorang putri yang cantik.

Di sisi lain, Pangeran Inu Kertapati bingung karena tunangannya telah hilang. Ia lantas menyamar menjadi seorang rakyat jelata untuk mencari Putri Candra Kirana. Kakek Sakti kemudian memberitahu sang pangeran bahwa sang putri berada di Desa Dadapan.

Pangeran Inu Kertapati akhirnya berhasil menemukan sang pujaan hati. Begitu mereka bertemu, kekuatan sihir pun hilang. Pangeran lantas memboyong Putri Candra Kirani ke istana dan mereka hidup bahagia selamanya. 

8. Cerita Legenda Timun Mas dari Jawa Tengah

Dahulu, tinggal lah seorang wanita sebatang kara bernama Mbok Randa. Ia menginginkan seorang anak untuk menemaninya. Suatu ketika, datang raksasa dan melakukan perjanjian untuk mewujudkan keinginan Mbok Randa itu.

Raksasa berjanji Mbok Randa akan dikaruniai anak melalui biji mentimun yang diberikan padanya. Tapi satu syarat, jika anak itu sudah berusia enam tahun, raksasa akan menyantapnya.

Mbok Randa awalnya abai dengan syarat itu karena tak sabar memiliki anak. Ditanamkan lah biji mentimun itu. Bak sebuah kejutan, dari sekian biji timun yang disemai, ada satu mentimun yang besar dan berwarna emas, serta di dalamnya terdapat bayi.

Bayi itu kemudian dirawat hingga besar dan diberi nama Timun Mas. Begitu menginjak enam tahun, Timun Mas tumbuh menjadi anak cerdas dan cantik. Tapi, rupanya raksasa tak lupa menagih janjinya.

Raksasa datang ingin menyantap Timun Mas. Tak mau menyerahkan diri, Timun Mas dibekali jarum, garam, dan terasi oleh Mbok Randa yang didapat dari Pertapa. Jarum yang ditebar menjadi hutan bambu, garam yang ditebar menjadi laut sehingga raksasa kewalahan mengejar Timun Mas. Terakhir, terasi menjadi lumpur yang kemudian menenggelamkan raksasa. 

9. Cerita Rakyat Lutung Kasarung dari Jawa Barat

Cerita rakyat menarik berjudul Lutung Kasarung berikut dikutip dari buku Seri Cerita Rakyat Balai Pustaka: Lutung Kasarung, penerbit Balai Pustaka (2011).

Purbararang dan Purbasari adalah putri kerajaan di Jawa Barat. Meski bersaudara, sifat mereka berbeda. Purbararang sombong dan pemalas. Sebaliknya, Purbasari amat ramah dan rajin.

Purbasari tak pernah menganggap dirinya putri raja. Dia bergaul dengan siapa saja, sekalipun dengan rakyat jelata. Tak heran, rakyat mencintainya. Prabu Tapa, ayahnya pun tahu hal itu.

Saat Prabu Tapa semakin tua, beliau menyerahkan tahta pada Purbasari. Tentu saja, hal itu membuat Purbararang berang. “Seharusnya aku, Ayah. Aku kan anak sulung.”

Prabu Tapa lalu menjelaskan dengan penuh kasih sayang, “Bukan masalah sulung atau bungsu. Ayah memilih Purbasari karena melihat rakyat begitu mencintainya.”

Purbasari memerintah dengan bijaksana. Dia mewarisi segala kelembutan dan kebaikan hati ayahnya. Purbararang amat jengkel. Dia masih tak terima. “Seharusnya, aku yang jadi ratu!” tekadnya.

Purbararang lalu merencanakan siasat jahat untuk Purbasari agar tahta kerajaan jatuh ke tangannya.

Suatu hari terdengar teriakan dari kamar Purbasari. Prabu Tapa dan Purbararang tergopoh-gopoh mendatangi Purbasari. “Ya ampun, apa yang terjadi padamu?” tanya Prabu Tapa pilu.

Kulit tubuh Purbasari berbintik-bintik hitam. Sebagian di antaranya mengeluarkan nanah yang bau.

“Huhuhu, kenapa jadi begini?” Purbasari menangis tak mengerti. Melihat adiknya menangis, Purbararang tak kasihan. Dia malah membujuk ayahnya untuk mengasingkan Purbasari.

“Ayah, jangan-jangan ini penyakit menular. Dia harus diasingkan! Ayah tak mau kan seluruh negeri terserang penyakit mengerikan ini?”

Mendengar perkataan kakaknya, Purbasari semakin menangis. “Jangan asingkan aku, Ayah…” Prabu Tapa bimbang. Apalagi tabib istana juga tak mengerti apa yang terjadi pada Purbasari.

“Purbararang benar. Jika ini penyakit menular, seluruh rakyat bisa terserang. Maafkan Ayah, Nak. Ini untuk kebaikan semua orang.” Kata Prabu Tapa.

Akhirnya Purbasari diasingkan ke hutan. Di sana, patih istana membuatkannya sebuah rumah sederhana. Hati Purbasari amat sedih. Namun, demi rakyatnya, ia akhirnya ikhlas.

Purbasari mulai menjalani hari-harinya di hutan. Walau tak ada yang bisa diajak berbicara, dia bisa bercanda dengan burung, semut, dan kupu-kupu. Purbasari berusaha tetap ikhlas.

Suatu pagi, Purbasari sedang memetik bunga. Tiba-tiba dari atas pohon, ada hewan berayun-ayun. “Oh ada lutung!” teriak Purbasari.

Lutung itu turun, lalu menyodorkan sebiji mangga pada Purbasari.

Purbasari amat senang. Kini ia punya teman. Meski tak bisa bicara, lutung itu amat mengerti Purbasari. Dia membantu Purbasari mencari makanan.

Dia juga mendengarkan segala keluh kesah Purbasari. Purbasari memanggil lutung itu dengan sebutan “Lutung Kasarung” yang berarti lutung yang tersesat.

Sudah berbulan-bulan Purbasari tinggal di hutan. Namun penyakitnya tak sembuh juga. Ia bercermin, memandang wajahnya yang tampak mengerikan. “Duhai Tuhanku, kapan penyakitku akan sembuh?” tanyanya pilu.

Mendengar ratapan Purbasari, Lutung Kasarung lalu memetik banyak bunga dan memberikannya pada Purbasari. “Kamu ingin aku membasuh diri dengan bunga-bunga ini?” tanya Purbasari.

Lutung Kasarung mengangguk, “Percuma. Bau tubuhku terlalu busuk…” Purbasari menolak.

Namun Lutung Kasarung terus memaksa. Ia membawa Purbasari masuk ke dalam hutan. Di sana ternyata ada danau luas yang airnya bening dan harum. Purbasari lalu membasuh diri dengan air danau dicampur bunga-bunga yang dipetik Lutung Kasarung.

Ajaib! Penyakit kulit Purbasari hilang! Kulitnya kini kembali bersih, tak berbintik.

“Terima kasih Tuhan!” Purbasari tak henti-hetinya mengucap syukur. Ia lalu berencana untuk kembali ke istana.

Ketika hendak bersiap, tiba-tiba datang sebuah kereta kencana yang akan mengantar mereka ke istana. Sesampainya di Istana, Purbasari turun dari kereta tersebut bersama dengan lutung kasarung.

Melihat Purbasari, Purbararang menjadi penasaran. “Bagaimana kamu bisa sembuh?”

Purbasari pun menceritakan semuanya. Mendengar hal tersebut, Purbararang lalu memutar otak agar Purbasari tidak kembali ke istana.

“Adikku sayang, kamu boleh kembali ke istana dan menjadi ratu dengan satu syarat, yaitu kamu harus mengalahkanku.” Purbararang mengurai rambutnya.

“Jika rambutmu lebih panjang daripadaku, kamu boleh kembali ke istana.” Purbasari pun mengurai rambutnya.

Ternyata rambutnya lebih panjang! Hidup di hutan berbulan-bulan membuatnya tak pernah memotong rambut.

Masih tak mau kalah, Purbararang lantas memberikan satu syarat lagi.

“Ini Indrajaya, suamiku. Dia tampan sekali. Jika kamu memiliki calon suami yang lebih tampan dari dia, maka kukembalikan tahta ratu padamu.” Kata Purbararang.

Purbasari terdiam, ia tak memiliki calon suami. Saat hendak membuka mulut, mengakui kekalahannya, tiba-tiba Lutung Kasarung menarik jari Purbasari dan menunjuk dirinya sendiri.

“Oh kamu mau jadi suamiku? Tapi kamu kan…” Purbasari berbisik bingung. Lutung Kasarung mengangguk-angguk sambil terus menunjuk dirinya.

“Calon suamiku adalah dia.” Purbasari menunjuk Lutung Kasarung.

Sontak pecahlah tawa Purbararang dan Indrajaya.

“Lutung? Calon suamimu lutung? Mana mungkin dia mengalahkan ketampanan Indrajaya!” Purbararang dan Indrajaya membalikkan tubuhnya, bersiap kembali naik ke kereta kencana.

Sebelum Purbararang melangkahkan kaki, terdengar suara aneh.

Ajaib! Tubuh Lutung Kasarung tiba-tiba berubah menjadi pria yang jauh lebih tampan dari Indrajaya.

“Si-siapa kamu?” Purbararang ketakutan. Ia menelisik pria itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Aku Lutung Kasarung, calon suami Purbasari.”

Purbasari terkejut lalu Lutung Kasarung menceritakan asal-usulnya yang ternyata merupakan pangeran. Saat masih bayi, ia dikutuk oleh musuh ayahnya. Kutukan tersebut akan hilang jika ada perempuan baik hati yang mengakuinya sebagai calon suami.

Purbararang lantas mengaku kalah. Ia mengajak Purbasari pulang ke istana dan kembali menjadi ratu. Tak berapa lama, Lutung Kasarung datang melamar Purbasari. Mereka menikah dan hidup bahagia selama-lamanya. 

10. Cerita Legenda Rawa Pening

Di sebuah desa bernama Desa Ngasem, di kaki Gunung Telomoyo, terdapat kepala desa yang dikenal bijaksana bernama Ki Sela Gondang. Ia punya putri bernama Endang Sawitri. Suatu saat Endang Sawitri diutus sang ayah untuk meminjam pusaka sakti yang digunakan untuk menolak bala pada sahabatnya, Ki Hajar Salokantara.

Akan tetapi, Endang Sawitri melanggar pesan sang ayah untuk tidak meletakkan pusaka di pangkuan. Pelanggaran itu membuatnya hamil. Sang ayah kemudian memohon Ki Hajar untuk menikahi Endang demi tutupi aib keluarga.

Anak yang dikandung Endang ternyata adalah seekor naga yang kemudian diberi nama Baru Klinting. Naga tersebut bisa bercakap layaknya manusia biasa. Untuk memutus petaka dari pusaka, Baru Klinting temui sang ayah dan diminta bertapa dengan melingkari gunung.

Ia kemudian menjadi manusia biasa dan turun ke desa. Ketika turun, di desa sedang ada upacara merti desa. Tapi, warga bukan menyambut hangat malah mengusir Baru karena penampilannya yang compang-camping.

Beruntung, ia disambut oleh Nyai Latung, wanita tua dari desa tersebut. Baru Klinting kemudian mencari perhatian warga desa dengan menancapkan lidi ke lesung kayu. Ia memberi woro-woro siapa yang berhasil mencabutnya. Ternyata tidak ada yang mencabutnya.

Baru Klinting pun mencabutnya, seketika keluar air dari dalam tanah. Lama-kelamaan, air tersebut menenggelamkan seluruh desa. Genangan air tersebut kemudian dikenal sebagai Rawa Pening.

11. Cerita Legenda Selat Bali

Dahulu, hiduplah seorang Brahmana di Kerajaan Daha, Kediri. Brahmana atau pemuka agama itu bernama Empu Sidi Mantra. Ia sangat dihormati oleh masyarakat karena sakti mandraguna. Hidupnya tenang, damai, dan kaya raya. Ia memiliki seorang putra yang tampan dan gagah bernama Manik Angkeran.

Sayangnya, Manik adalah penjudi. Ia suka berjudi dan sialnya, sering kalah. Hingga suatu saat, ia kebingungan membayar utang dan diburu untuk dibunuh. Ia pun mengadu pada ayahnya, Empu Sidi Mantra. Kebaikan hati sang ayah membuat Manik segera bisa melunasi utangnya.

Empu Sidi Mantra kemudian meminta petunjuk dari Tuhan Yang Maha Kuasa agar ia bisa melunasi utang anaknya. Saat tengah malam, ia mendengar suara yang sangat jelas. Ia diminta pergi ke kawah Gunung Agung dan menemui Naga Besukih, karena ada harta karun di sana.

Sesampainya di sana, ia bertemu Naga Besukih. Ia pun mengabulkan permintaan hartanya dengan syarat Manik harus berhenti judi. Karena uangnya terlalu banyak tersisa, Manik pun kumat. Ia berjudi dan kalah lagi. Kali ini, Manik yang menemui Naga Besukih, seorang diri.

Bukannya meminta dengan baik, ia malah memotong ekor Naga Besukih. Sontak naga langsung membunuh Manik. Sang ayah pun mencari putranya yang tiba-tiba menghilang. Naga Besukih kemudian mengaku kalau ia membunuh Manik. Ia bisa menghidupkan Manik lagi, dengan syarat Manik tak bisa ikut dengan ayahnya.

Di perjalanan, sang ayah menorehkan tongkat saktinya di tanah. Namun, goresan tongkatnya justru bertambah lebar hingga membuat tanah terbelah dan diisi air laut. Hingga akhirnya menjadi selat yang disebut Selat Bali.

12. Cerita Rakyat Jaka Tarub dari Jawa Tengah

Kisah mengenai Jaka Tarub berikut dikutip dari buku Jaka Tarub; Pencuri Selendang Bidadari oleh penerbit Lontar Mediatama (2019).

Di sebuah desa di daerah Jawa, tinggallah seorang janda tua bersama anak angkatnya yang diberi nama Jaka Tarub. Ia diasuh sejak kecil oleh seorang seorang diri oleh sang ibu hingga menjadi pemuda tampan.

Jaka Tarub senang berburu ke hutan. Ia menangkap ikan, burung, dan menjangan. Namun hari itu seharian ia berjalan tak menjumpai seekor hewan pun. Ketika istirahat, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara wanita bercanda di tengah hutan.

Jaka Tarub mencari sumber suara itu. Ia terkejut melihat tujuh gadis cantik sedang mandi di telaga. Mereka ternyata bidadari yang turun ke bumi. Jaka Tarub juga menemukan setumpuk pakaian di tepi telaga itu. Kemudian disembunyikannya salah satu pakaian tersebut.

Menjelang sore, bidadari-bidadari itu mengenakan pakaiannya kembali. Namun ada satu bidadari yang kebingungan karena pakaiannya hilang. Ia mencari ke sana kemari sambil menangis.

“Maafkan kami, Nawang Wulan. Kami tak dapat menolongmu, sebentar lagi matahari tenggelam, kami harus-harus cepat-cepat pulang ke kayangan,” kata bidadari lainnya.

Bidadari bernama Nawang Wulan itu sedih sekali melihat teman-temannya terbang meninggalkannya. Jaka Tarub segera keluar dari persembunyiannya untuk menolong bidadari itu dan mengajaknya pulang.

Akhirnya Jaka Tarub menikahinya. Mereka hidup bahagia. Setahun kemudian mereka dikaruniai bayi perempuan yang diberi nama Nawangsih.

Suatu hari Nawang Wulan berpesan kepada Jaka Tarub “Kakang, aku akan mencuci pakaian di sungai. Tolong tunggu tanakan nasiku. Jangan sekali-kali kau buka kukusannya!” Jaka Tarub merasa penasaran terhadap pesan istrinya itu.

Dibukanya kususan tersebut. Ia terkejut tatkala menemukan setangkai padi. “Oh rupanya inilah ilmu yang dibawa Nawang Wulan dari kayangan. Menanak nasi hanya dengan setangkai padi cukup dimakan satu keluarga. pantas selama ini padi di lumbung tak pernah berkurang” demikian pikir Jaka Tarub.

Perbuatan Jaka Tarub itu diketahui Nawang Wulan. Ia marah melihat kelancangan suaminya. Sejak itu Nawang Wulan tak dapat lagi menanak nasi dengan setangkai padi. Terpaksa ia menyuruh Jaka Tarub membuatkan peralatan penumbuk padi.

“Sekarang kita harus bekerja keras untuk memperoleh beras.” Kata Nawang Wulan. Karena setiap hari ditumbuk, padi di lumbung cepat sekali menyusut.

Jaka Tarub menyesali perbuatannya. Suatu hari ketika sedang mengambil padi, Nawang Wulan menemukan pakaian di bawah lumbung.

Alangkah terkejutnya ia ternyata itu pakaiannya yang hilang ketika mandi di telaga beberapa tahun yang lalu. Tahulah ia ternyata yang menyembunyikannya selama ini adalah Jaka Tarub.

Nawang Wulan segera mengenakan pakaian itu, Jaka Tarub terkejut melihat istrinya kembali menjadi bidadari. “Kakang selama ini kau telah membohongiku. Ternyata kaulah yang mencuri pakaianku. Kini sudah waktunya aku meninggalkan mayapada. Asuhlah anak kita hingga dewasa.” Kata Nawang Wulan berpamitan.

Jaka Tarub berusaha mencegah kepergian istrinya, namun Nawang Wulan menggeleng. “Kodratku adalah bidadari, dan aku harus kembali ke kayangan.”

Alangkah sedihnya Jaka Tarub kehilangan istrinya. Sambil menggendong anaknya ia melihat kepergian bidadari itu. Hatinya teriris saat Nawang Wulan melambaikan tangan hingga hilang di balik awan. 

13. Kisah Asal Usul Danau Nodi dari Papua Barat

Cerita legenda ini mengisahkan tentang sepasang suami istri yang bernama Jinum Etew dan Yaritew yang tinggal di suatu tepi pantai bernama Pantai Muara Nuni. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sepasang suami istri menangkap ikan di muara dan juga berkebun yang telah tertanam berbagai umbi-umbian seperti, petatas, kasbi, keladi, dan pisang. 

Pada suatu hari, sang istri merasa bosan dengan hasil mereka menangkap ikan dan berkebun. Alhasil keesokan harinya, sepasang suami istri tersebut pergi berburu memasuki hutan di Kepala Air Nuni dan langsung mendapatkan ulat nibong. 

Tak lama setelahnya, mereka menemui seekor kanguru. Sang suami dengan berhati-hati mengawasi kanguru tersebut lalu dengan sigap memanahnya sampai kanguru itu mati. Suami istri ini merasa sangat senang dan langsung memutuskan untuk pulang. 

Namun, di tengah perjalanan keluar hutan, Yaritew merasa lapar. Akhirnya, suami istri tersebut memutuskan untuk berhenti dan mengeluarkan hasil buruan mereka untuk kemudian dibakar. Mereka pun beristirahat di depan sebuah gua. Kemudian, sang suami segera mengumpulkan kayu-kayu.

Ketika mereka hendak membakar kanguru hasil tangkapannya, mereka melihat ulat nibong mengisap susu hewan itu. Sang istri pun melepaskan ulat nibong dari susu kanguru. Tetapi, tiba-tiba air susu kanguru tersebut tersembur keluar. 

Seketika itu juga, gelap gulita menyelimuti hutan. Hujan besar disertai petir-petir menyambar tak kenal ampun, Yaritew merasa ketakutan dan menangis. Suami istri itu juga tidak bisa melihat satu sama lainnya. Di tengah kegelapan itu, petir menggelegar dengan keras dan membelah tanah. Hujan yang tak kalah lebat pun tak kunjung henti menyebabkan tempat tersebut terendam air. 

Dengan susah payah, mereka berusaha merangkak ke dalam gua. Tak berselang lama, hutan tersebut tenggelam dan berubah menjadi danau. Masyarakat Suku Meyah menyebut danau itu dengan nama Danau Nodi yang memiliki arti menangis. Sepasang suami istri tersebut telah dikutuk oleh alam.

14. Cerita Legenda Joko Kendil dari Jawa Tengah

Alkisah di suatu desa di daerah Jawa Tengah, ada seorang wanita tua yang dikenal dengan nama Mbok Rondho. Ia tinggal bersama anak laki-lakinya yang berbadan kecil dan jelek. Oleh karena itu, ia sering dipanggil dengan nama Joko Kendil. Kendil merupakan semacam periuk yang digunakan untuk memasak nasi.

Sebenarnya, Joko Kendil bukanlah anak kandung dari Mbok Rondho. Dia adalah putra dari Raja Asmawikana.

Raja Asmawikana memiliki satu permaisuri dan seorang selir. Namun selirnya memiliki sifat dengki. Ia tidak rela jika kerajaan itu nantinya diwariskan kepada anak permaisuri. Maka dari itu, setiap kali permaisuri hamil, ia akan mencampurkan racun ke makanannya hingga permaisuri keguguran.

Hal itu akhirnya menimbulkan kecurigaan dari sang raja. Saat permaisuri kembali hamil, Raja Asmawikana menjaganya dengan sangat ketat. Kondisi tersebut membuat si selir semakin gelap mata. Ia lantas menemui seorang penyihir dan meminta agar bayi di dalam kandungan permaisuri dikutuk.

Walhasil, ketika sang permaisuri melahirkan, bayi yang ia lahirkan berwajah jelek dan kepalanya mirip kendil. Meski begitu, permaisuri tetap merawat bayinya dengan sepenuh hati.

Menurut seorang peramal, untuk melepaskan sihir tersebut, sang bayi harus dirawat oleh seorang janda yang tinggal di pinggir sungai di perbatasan kerajaan. Akhirnya, Joko kencil dirawat oleh Mbok Rondho.

Ketika Joko Kendil menginjak dewasa, desanya dikunjungi oleh raja dari negeri seberang yang membawa serta ketiga putrinya. Joko Kendil lantas jatuh cinta kepada salah satu dari ketiga putri tersebut dan meminta Mbok Rondho untuk meminangnya.

Mbok Rondho lantas menemui Raja Asmawikana dan meminta izin untuk pergi ke negeri seberang untuk meminang salah satu putri tersebut. Raja pun setuju dan dan memerintahkan pengawal untuk menemani Mbok Rondho.

Bersamaan dengan itu, raja di negeri seberang bermimpi bahwa ia mendapatkan kendi yang kemudian berubah menjadi seorang ksatria tampan setelah diserahkan ke putri bungsunya.

Singkat cerita, kedatangan Mbok Rondho dan Joko Kendil disambut dengan baik oleh raja di negeri seberang. Pinangan tersebut akhirnya diterima, Joko Kendil resmi menjadi suami dari putri bungsu sang raja. Di tengah perhelatan pesta pernikahan, Joko Kendil tiba-tiba berubah menjadi sesosok pria yang sangat tampan. Akhirnya Joko Kendil terbebas dari sihir.

15. Cerita Asal Muasal Danau Lipan dari Kalimantan

Cerita legenda dari Kalimantan Timur ini berkisah tentang sebuah negeri yang bernama Negeri Muara Kaman di bawah perintah seorang ratu bernama Ratu Aji Bidara Putih. Banyak sekali pangeran, raja, dan juga bangsawan yang ingin mempersunting sang ratu namun selalu mendapat penolakan. 

Pada suatu hari, ada seorang pangeran yang berasal dari negeri China datang untuk melamar sang ratu. Kedatangan pangeran tersebut disambut hangat layaknya penyambutan tamu kerajaan lainnya. Namun, ketika memasuki acara makan bersama, sang ratu merasa jijik dengan cara makan pangeran yang terkesan rakus dan tidak memperlihatkan kehormatannya. 

Setelah acara makan bersama selesai, sang ratu pun mengunyah sirih dan melemparkannya ke area pertempuran. Anehnya, sirih tersebut berubah menjadi lipan-lipan raksasa yang sangat banyak. Lipan-lipan tersebut menyerang para prajurit pangeran dan membentuk barisan yang siap menyerang para prajurit Raja Negeri seberang. 

Melihat lipan-lipan ganas yang siap menyerang, para prajurit Raja Negeri Seberang pun lari meninggalkan wilayah tersebut. Tak hanya berhenti sampai di situ, lipan-lipan tersebut mengejarnya sampai ke laut tempat para prajurit menyelamatkan diri. Serbuan lipan tersebut membuat jung mereka yang besar tenggelam di laut.

Akhirnya, binasalah mereka. Tak membutuhkan waktu lama, tempat tenggelamnya jung Raja Negeri seberang juga berubah menjadi padang yang sangat luas penuh dengan semak dan menyatu dengan laut. Tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama Danau Lipan. 

16. Cerita Rakyat Joko Bodo berasal dari Jawa Tengah

Cerita rakyat panjang berikut bercerita tentang Joko Bodo yang dikutip dari buku Cerita Rakyat dari Jawa Tengah, penerbit Rasindo (1992).

Di sebuah desa tinggallah seorang janda bersama dengan anak laki-laki tunggalnya. Anak itu amat bodoh. Oleh sebab itu, ia terkenal dengan nama Joko Bodo. Walaupun begitu, si ibu amat sayang padanya.

Pada suatu hari, Joko Bodo pergi ke hutan mencari kayu. Di dalam hutan di bawah sebatang kayu yang besar, ia menemukan seorang wanita cantik yang sedang tertidur nyenyak.

Joko Bodo kagum melihat kecantikan wanita tersebut. Tanpa berpikir panjang, Joko Bodo menggendong wanita itu dan membawanya pulang ke rumah. Setibanya di rumah, wanita itu dibaringkan di atas tempat tidur di kamar ibunya. Kemudian Joko Bodo menemui ibunya dan berkata “Ibu, saya menemukan seorang gadis yang amat manis rupanya. Saya ingin mengawininya, Ibu.”

“Di mana gadis yang engkau katakan cantik itu sekarang, anakku?” tanya ibunya girang.

“Sekarang ia sedang tidur nyenyak di kamar Ibu. mungkin karena ia terlalu lelah menempuh perjalanan yang jauh dari hutan.”

Siang telah berganti malam. Di luar, alam telah menjadi gelap. Namun si gadis belum juga bangun dari tidurnya.

Karena cemas akan kesehatan gadis tersebut, si ibu berkata kepada Joko Bodo. “Joko Bodo, bangunkan gadis itu agar ia makan dulu. Kasihan nanti dia lapar.”

“Bu, malam ini biarkan saja dia tidak usah makan. Tidak apa-apa, besok pagi saja kita bangunkan dia.”

Esok paginya ketika orang-orang sudah bersiap untuk makan pagi, si gadis tak muncul juga dari kamarnya.

Melihat peristiwa ini, ibu Joko Bodo menjadi curiga. Mana ada orang yang mampu tidur hingga satu setengah hari? Tanpa diketahui Joko Bodo, si ibu menengok ke dalam kamar. Kemudian ia memeriksa keadaan gadis yang tidak bangun dari tidurnya dengan teliti.

“Astaga…” teriak si ibu sambil mengelus dadanya setelah yakin bahwa gadis yang dianggapnya sedang tidur itu sebenarnya sudah meninggal.

Si ibu cepat-cepat menemui anaknya dan berkata, “Anakku, gadis yang engkau maksudkan itu sudah meninggal.”

“Saya tidak percaya, Ibu. Ia tidak meninggal. Gadis itu sedang tidur nyenyak dan sebentar lagi akan bangun.”

Beberapa hari kemudian tercium bau busuk. Ketika Joko Bodo mencium bau busuk itu, ia menanyakan sebabnya pada ibunya.

Ibunya menjawab, “Anakku, bau itu berasal dari tubuh si gadis yang sudah mulai membusuk. Itulah tandanya bahwa gadis itu sesungguhnya sudah mati. Orang yang mati akan mengeluarkan bau busuk.”

Sekarang mengertilah Joko Bodo bahwa setiap mayat akan berbau busuk. segera diangkatnya tubuh gadis itu dan dibuangkan ke dalam sungai.

Pada suatu hari, ketika ibunya sedang memasak, tiba-tiba ibunya kentut yang bau sekali.

Waktu Joko Bodo mencium bau yang sangat menusuk hidup itu, ia tanpa pikir panjang langsung menggendong ibunya sambil menangis dengan sedih sekali. Sebab disangkanya bahwa ibunya telah meninggal.

Si ibu terus meronta-ronta ingin melepaskan diri. “Joko Bodo, aku belum mati. Aku masih hidup. Lepaskan aku, ayoo… aku belum mati, anakku.”

“Ya, tapi tubuh ibu sudah bau. Itu artinya ibu sudah mati.” Jawab Joko Bodo.

“Bau itu karena aku kentut.” Jawab si ibu sambil terus meronta.

“Tidak, ibu sudah mati.” Kata Joko Bodo sambil terus membawa ibunya ke tepi sungai.

Ibu yang malang itu terus dilemparkannya ke dalam sungai. Ia terbawa arus dan meninggal dunia.

Sore harinya, tatkala Joko Bodo sedang duduk sendiri sambil merenungkan nasibnya yang buruk, tiba-tiba ia pun kentut. Mencium bau kentutnya sendiri yang busuk, Joko Bodo menjadi sangat terkejut.

“Kalau begitu aku juga sudah mati. Tubuhku berbau busuk.” pikir Joko Bodo.

Tanpa pikir panjang lagi ia segera berlari dan menceburkan dirinya ke dalam sungai. Ia terbawa arus dan meninggal oleh kebodohannya sendiri.

17. Cerita Legenda dari Betawi Si Pitung

Pada zaman dahulu di suatu daerah bernama Rawabelong, ada seorang anak Betawi yang diberi nama Pitung. Pitung merupakan seorang anak yang agama dan pendidikan silatnya berperan besar. Pada suatu hari, Pitung diminta untuk menjual kambing ke daerah Tanah Abang oleh bapaknya.

Saat di perjalanan pulang, Pitung diperdaya oleh beberapa preman. Sembari mengobrol, diam-diam seorang preman mencopet uang penjualan kambing. Tentunya Pitung tak menyadari hal tersebut sampai ia merogoh kantongnya untuk memberikan uang hasil penjualan ke bapaknya. 

Dengan penuh keberanian, Pitung menghampiri tempat preman itu berkumpul. Preman tersebut tidak mengaku sampai Pitung mengeluarkan jurus-jurus silatnya. Akhirnya, preman tersebut mengembalikan uang yang ia rampas dari Pitung. Sejak saat itu, Pitung bertekad untuk merampok harta-harta orang kaya yang sombong dan hasilnya akan ia bagikan kepada orang yang membutuhkan. 

Di zaman itu, kompeni Belanda beserta kaki tangannya menggunakan kekuasaan secara semena-mena dan selalu merugikan pribumi. Perilaku Pitung dan teman-temannya membuat sang kompeni risau. Akhirnya, polisi berhasil menangkap Pitung. Namun, Pitung berhasil kabur. Saat polisi mengejar Pitung yang tengah berlari, mereka melepaskan peluru yang tertuju pada badan Pitung. Terkejutlah mereka ketika mendapati timah panas itu tak berpengaruh apapun pada Pitung. 

Setelah kejadian tersebut, suatu hari Pitung pergi untuk mencukur rambutnya di salah satu temannya. Temannya pun kebingungan ketika gunting yang dipakainya tak mampu memotong rambut Pitung. Pitung dengan segera memberikan rahasia dirinya yang memakai jimat, ia berkata bahwa dengan jimat tersebut tubuhnya tak akan kekurangan apapun. 

Naasnya, teman Pitung membocorkan hal tersebut kepada polisi Belanda. Di lain hari, ketika Pitung sedang melepas jimatnya, temannya segera memberi tahu polisi Belanda. Polisi langsung menembaknya dan nyawa Pitung melayang. Legenda mengatakan bahwa Pitung akan benar-benar mati jika jasadnya dipotong menjadi tiga bagian dan dikubur di tempat yang berbeda-beda. 

18. Cerita rakyat Ayam dan Ikan Tongkol asal Kepulauan Riau

Cerita rakyat berjudul Ayam dan Ikan Tongkol berikut dikutip dari buku Cerita Rakyat Nusantara Terpopuler Sepanjang Masa, penerbit Cikal Aksara (2016).

Dahulu kala di Kepulauan Riau, ikan tongkol dan ayam bersahabat erat. Mereka saling membantu satu sama lain. Sampai suatu hari, Raja Ayam memberitahukan kepada Raja Tongkol bahwa ada keluarga nelayan yang akan menikahkan anaknya dan mengadakan pesta besar-besaran.

“Jangan lupa sahabatku Raja Tongkol, kau harus datang bersama rakyatmu ke pesta besok malam. Kalian pasti akan sangat menikmatinya.” Ujar Raja Ayam.

“Baiklah, aku dan rakyatku akan dengan senang hati melihat pesta itu. Tetapi aku butuh bantuanmu, Raja Ayam sahabatku.” Jawab Raja Tongkol.

“Bantuan apa itu? Dengan senang hati aku akan membantumu.”

“Kami akan datang nanti malam saat air laut pasang. Namun kami harus kembali sebelum terbit matahari, sebelum air laut surut. Jadi kalian jangan lupa untuk berkokok untuk memberi tanda waktu bagi kami,” Raja Tongkol menjelaskan permintaannya.

“Tentu saja kami akan melakukannya.” Raja Ayam menyanggupi.

Keesokan harinya, pesta itu mulai digelar. Bulan purnama bersinar sangat terang. Air laut pun naik. Saat itulah rombongan rakyat tongkol datang. Mereka bersembunyi di karang-karang, tak jauh dari panggung utama.

Semua larut dalam acara yang indah ini diiringi dengan suara rebana yang bertalu-talu. Rakyat tongkol pun sangat menikmati. Malam semakin larut, rakyat tongkol pun enggan beranjak dari pesta. Masalahnya, warga pantai dan para tongkol yang tertidur, Raja Ayam dan rakyatnya juga ikut pulas.

Celaka! Air laut mulai surut, tapi tidak ada satupun ayam yang berkokok! Saat matahari sudah terbit, satu per satu ikan mulai bangun. Betapa kagetnya mereka melihat pantai mulai mongering.

“Oh tidak! Air laut sudah surut! Kemana ayam jantan yang bertugas berkokok membantu rakyat tongkol?” para tongkol pun mulai panik. Mereka terjebak di karang-karang yang sudah kering. Sebagian tongkol melompat-lompat, berusaha kembali ke pantai yang berair. Namun hanya sedikit yang berhasil, salah satunya Raja Tongkol.

Ketika hangatnya sinar matahari mulai menusuk kulit, Raja Ayam baru terbangun. Diikuti oleh ayam-ayam yang lain. “Ya ampun! Ternyata hari sudah pagi. Bagaimana dengan nasib rakyat tongkol?” pikir Raja Ayam kebingungan dan panik.

Tak lama warga yang tinggal di pinggiran pantai pun mulai terbangun. Mereka sangat terkejut melihat banyak sekali ikan tongkol menggelepar-gelepar di karang-karang sepanjang pantai. Mereka lalu beramai-ramai menangkap ikan-ikan itu dan menampungnya di ember untuk dibawa pulang.

Melihat rakyatnya ditangkapi oleh orang-orang, Raja Tongkol sangat marah. Ia pun mengucapkan sumpah untuk Raja Ayam dan rakyatnya “Persahabatan kita sudah selesai, Raja Ayam! Mulai sekarang kami rakyat tongkol akan memakan semua rakyat ayam, terutama kalian, ayam jantan!” Raja Tongkol berseru.

Sejak saat itu, ikan tongkol dan ayam menjadi musuh abadi. Mulai saat itu, para nelayan di sekitar pantai wilayah Riau kerap menggunakan umpan bulu ayam untuk memancing ikan tongkol.

19. Cerita Rakyat Si Kelingking dari Jambi

Cerita legenda Si Kelingking merupakan sebuah cerita yang berasal dari Jambi. Kisah ini menceritakan tentang sepasang suami istri yang hendak membunuh anaknya. Cerita ini bermula dari sepasang suami istri yang sudah tua dan tinggal di sebuah kampung yang dekat dengan Kerajaan Jambi. Setelah puluhan tahun menikah, mereka tak kunjung dikaruniai anak. 

Pada suatu hari, sang istri akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki. Namun sayangnya anak tersebut memiliki kaki yang sangat kecil dan pendek. Karena merasa malu dan tak ingin menjadi bahan olok-olok tetangganya, ia bersama suaminya memutuskan untuk membunuh anaknya. 

Ketika hendak membunuh anaknya, tiba-tiba seorang kakek tua muncul dan memberikan sebuah keris dan meminta mereka untuk tidak membunuh anaknya. Kakek tersebut mengatakan bahwa anak tersebut akan tumbuh menjadi orang besar di masa depan. Akhirnya, sepasang suami istri tersebut memutuskan untuk membesarkan anak mereka dan memberinya nama Si Kelingking. Anak tersebut pun tumbuh menjadi seorang pemuda yang pandai dan cerdas. 

Suatu hari, Si Kelingking diundang oleh raja untuk menghadapi sebuah tantangan yang sangat sulit. Tantangan tersebut pun berhasil dilalui oleh Si Kelingking berkat bantuan keris yang diberikan oleh kakek tua. Setelah berhasil, Si Kelingking kemudian diangkat menjadi panglima perang oleh raja dan menjadi seseorang yang sangat dihormati oleh masyarakat.

20. Dongeng kisah rakyat Parekeet dari Nanggroe Aceh Darussalam

Dongeng berjudul Rakyat Parekeet berikut dikutip dari buku Cerita Rakyat Nusantara Terpopuler Sepanjang Masa, penerbit Cikal Aksara (2016).

Di sebuah hutan lebat di kawasan Aceh, hiduplah seekor burung parkit yang merupakan raja bagi burung-burung lain penghuni hutan itu. Raja burung itu bergelar Raja Parakeet. Raja Parakeet merupakan raja yang bijaksana dan sangat dicintai rakyatnya. Mereka hidup damai dan tenteram.

Pada suatu ketika, ketenangan di dalam hutan terganggu oleh kedatangan Pemburu. Singkat cerita, Pemburu tersebut berhasil menaruh perekat di sekitar tempat burung tersebut hingga akhirnya para burung terjebak oleh perekat tersebut.

Mereka berusaha melepaskan sayap dan badan dari perekat tersebut. namun upaya tersebut gagal. Hampir semuanya panik, kecuali sang raja. Ia berkata “Kalian tenanglah. Nanti saat si Pemburu datang, kalian harus berpura-pura mati.

Si Pemburu menginginkan menangkap kita hidup-hidup. Jika si Pemburu melihat kita mati, ia tidak akan senang dan akan melepaskan kita. Nah pada hitungan sepuluh setelah burung terakhir dilepaskan, saat itulah kita terbang bersama-sama sekencang-kencangnya!”

Tak lama si Pemburu datang. Burung-burung pun segera berpura-pura mati hingga Pemburu pun merasa kecewa. Akhirnya Pemburu melepaskan hampir semua burung tangkapannya. Sayang, saat giliran Raja Parakeet dilepaskan, si pemburu jatuh terpeleset. Suara jatuh si Pemburu membuat para burung lain kaget dan terbang.

Pemburu sangat kesal karena merasa telah tertipu, lalu ia memegang erat Raja Parakeet. Raja Parakeet meminta pada pemburu itu untuk tidak dibunuh. Sebagai imbalannya, ia akan selalu menghibur si Pemburu. Hampir setiap hari ia bernyanyi untuk Pemburu.

Suaranya sangat indah dan merdu. Keindahan suara Raja Parakeet terdengar sampai kerajaan. Sang Raja pun tertarik ingin memiliki Raja Parakeet. Raja mengutus pengawalnya pergi ke rumah si Pemburu untuk membeli Raja Parakeet dengan harga yang sangat mahal. Tawaran menggiurkan itu langsung diterima oleh Pemburu.

Raja Parakeet pun kemudian dibawa ke kerajaan. Ia diberi makanan dan minuman yang enak, serta tinggal di sangkar yang terbuat dari emas. Namun tak satupun kebaikan Raja itu yang membuatnya bahagia. Raja Parakeet sangat ingin kembali ke hutan, hiduplah bersama rakyat dan keluarga yang dicintainya.

“Aku rindu sekali keluarga dan rakyatku.”

Suatu hari, Raja Parakeet terlihat sangat sedih karena kerinduannya yang tak tertahankan. Ia pun mencari akal agar bisa kembali ke hutan. Keesokan harinya, Raja Parakeet menemukan cara dengan berpura-pura mati.

Sang Raja sangat sedih saat melihat burung kesayangannya mati. Ia memerintahkan penguburannya dengan upacara pemakaman secara besar-besaran selayaknya anggota kerajaan yang meninggal dunia.

Raja Parakeet pun dikeluarkan dari sangkarnya, di arak di dalam sebuah tandu kebesaran. Saat tandu sedang berjalan, Raja Parakeet mengintip keadaan di luar. Melihat keadaan aman, Raja Parakeet pun segera menyelinap keluar dan terbang tinggi. Ia terbang menuju hutan kediamannya dan hidup bahagia bersama rakyatnya.

Itulah cerita rakyat pendek dari berbagai daerah di Nusantara yang bisa Bunda ceritakan kepada Si Kecil. Semoga bermanfaat untuk pengetahuan Si Kecil, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(rap/rap)

tags
categories
No category

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest Comments

No comments to show.